Carian@Eqmal

Wednesday, November 11, 2009

Aidh al-Qarni: Bahagia, Meskipun Tidak Mendapat Royalti La Tahzan

Aidh berasal dari kabilah Al-Qarni. Ayahnya, Abdullah al-Qarni, seorang ulama yang berkecukupan. Ia menyelesaikan S-1 sampai S-3 di Universitas Islam Imam Muhammad bin Su’ud, Riyadh, Arab Saudi. Ia hafal seluruh isi Al-Qur’an, 5.000 hadis dan sekitar 10.000 syair Arab pada usia 23 tahun. Kecerdasannya itu mengantarkan Aid sebagai penulis produktif dan penceramah populer.

Ayah dari tiga putra dan enam putri tersebut menulis La Tahzan ketika dipenjara selama 10 bulan pada 1996. Aidh ditahan karena menerbitkan beberapa bait syair yang berkaitan dengan politik. Ia ditempatkan di sebuah penjara khusus dan diperlakukan dengan hormat bersama beberapa ulama Saudi yang vokal terhadap pemerintah. Selama dipenjara ia banyak membaca buku tentang musibah dan problematika manusia, pembunuhan serta hubungan bapak dan ibu atau hubungan anak dan orangtua. Ia terinspirasi untuk memberikan solusi pada orang-orang yang tertimpa masalah tersebut melalui tulisan.

Ketika menulis La Tahzan, Penulis yang memiliki perpustakaan pribadi dengan jumlah bukunya mencapai 10.000 judul itu, menggunakan lebih kurang 300 buku dari berbagai bahasa sebagai rujukan. Mulanya ia menulis bab per bab. Tapi, kemudian membuatnya berlika-liku seperti sebuah taman, sehingga pembaca seperti berjalan di tempat yang indah. Aidh menyusun La Tahzan selama tiga tahun dan mengeditnya tiga kali setiap menulis satu bagian buku.

Aidh tidak menduga La Tahzan akan laris. Ia hanya berdoa setiap kali umrah di Mekkah, agar diberi kemampuan menulis sebaik-baiknya. Ketika buku itu terbit untuk pertama kalinya, Aidh hanya mendapat 10% dari penjualan La Tahzan. Karena saat itu buku Aidh banyak yang dicekal, ia menyerahkan hak cipta kepada teman-teman pengusahanya.

Berkat keikhlasan itulah La Tahzan dicetak dalam jumlah besar dan bertambah laris. La Tahzan menyebar di mana-mana. Di Indonesia sendiri La Tahzan banyak dicetak tanpa ijin darinya.

La Tahzan meledak hampir di seluruh negara yang penduduk mayoritasnya Islam tetapi Aidh tidak menerima uang lagi dari bukunya itu. Banyak ulama menyarankan Aidh agar memperbarui kontrak buku La Tahzan karena ada semacam pelanggaran hak-haknya. Tapi Aidh belum melakukan apa-apa, ia menyerahkan semua kepada Allah. Aidh tidak menyesal atas keputusannya itu. Ia tetap merasa kaya. Berkat doa umat Islam, Adih menjadi semakin terkenal. La Tahzan telah memberi banyak manfaat pada umat manusia, hal itulah yang paling membahagiakan Aidh

No comments:

Post a Comment